Aturan Digitalisasi Penyiaran Dipermasalahkan ~ Berita Teknologi dan Gadget
Home » » Aturan Digitalisasi Penyiaran Dipermasalahkan

Aturan Digitalisasi Penyiaran Dipermasalahkan

VIVAnews - Pemerintah didesak untuk mencabut Peraturan Menteri (Permen) Komunikasi dan Informatika (Kominfo), terkait migrasi penyiaran analog ke digital. Sebabnya, aturan tersebut dipandang melanggar Undang Undang Penyiaran tentang kepemilikan infrastruktur.

Beberapa rangkaian Permen tersebut yakni Permen Kominfo Nomor 22 Tahun 2011, Permen No.23 Tahun 2011, Permen No.5 Tahun 2012, dan terakhir terbitnya Kepmen Kominfo No. 95 Tahun 2012, yang memperbolehkan suatu pemilik modal untuk memiliki infrastruktur lebih dari satu zona.

"Itu harus dicabut agar terjadi sinkronisasi dengan UU Penyiaran," kata Program Koordinator Media Link, Mujtaba Hamdi, Jakarta, Kamis, 16 Febuari 2012.

Hamdi beralasan, soal digitalisasi media ada dua hal pokok. Pertama, digitalisasi merupakan sebuah cakupan yang besar. Sehingga aturan soal itu harusnya diatur di UU, bukan Permen.

Kedua, isi Permen tersebut dipandang memiliki banyak klausul yang bertentangan dengan UU Penyiaran, terutama terkait dengan kepemilikan dan frekuensi.

"Argumen ini sudah jelas. Batalkan Permen itu dan masukkan ke UU Penyiaran yang saat ini direvisi," katanya.

Ia mengatakan, Komisi I DPR sebelumnya juga merasa dilangkahi soal Permen ini, dan menuntut pencabutan permen tersebut. Tapi ternyata, pihak Komisi I dinilai tidak konsisten, terbukti dengan terbitnya Kepmen 95 pada tanggal 12 Febuari lalu.

Dampak dari terbitnya Permen nomor 22 dan 23 tahun 2012 itu, lanjutnya terjadi pemusatan kepemilikan. "Zona multipleks hanya diisi oleh pemodal incumbent, tersingkirnya penyiaran lokal, dan lembaga penyiaran publik serta lembaga penyiaran komunitas terseok-seok," jelas Hamdi.

Munculnya banyak peraturan menteri itu, katanya, mengindikasikan sebuah upaya penyelundupan. "Kepmen ini yang berbahaya, tiba-tiba pemilik modal ada 15 zona, satu perusahan bisa ikut tender di zona berbeda. Modelnya seperti selundupan," tegasnya.

Selain itu, banyak kalangan pemilik modal yang hanya melihat dengan paradigma nilai komersial terhadap daerah tertentu yang mengakibatkan tidak meratanya proses digitalisasi media ini.

"Banyak warga negara di Indonesia bagian Timur yang dikorbankan, akses mereka tidak adil," ujarnya. (eh)

 

• VIVAnews

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts